Sabtu, 15 Oktober 2011

Menyelamatkan Lingkungan Dengan Nata De Cacao

Adapted from : INTISARI NO. 421 EDISI AGUSTUS 1998 HALAMAN 126-127

   Di jaman yang sudah serba maju ini, telah tercipta banyak transportasi yang memungkinkan udara menjadi panas akibat polusi yang ditimbulkan. Keadaan yang semula rapi berubah menjadi semrawut. Dan efeknya adalah tingkat stress yang semakin meningkat. Lahan hijau pun semakin menipis akibat pembangunan kota yang berkelanjutan. Serta tak jarang pula lingkungan yang semula bersih telah terkontaminasi oleh limbah-limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik.

  Sekarang sangat banyak seruan untuk mengajak kita melakukan aksi penanaman sejuta pohon. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sekarang kita semua membutuhkan adanya pohon untuk memproduksi oksigen agar dunia ini tetap sejuk. Perkebunan kakao sekarang juga ikut dalam aksi penyelamatan lingkungan. Sejumlah perkebunan kakao di Jawa berpotensi untuk menyelamatkan lingkungan sekaligus menambah penghasilan dengan cara mengolah limbah yang mereka hasilkan saat fermentasi kakao dan membuka lahan perkebunannya sebagai objek growisata. Misalnya si perkebunan Jatironggo, Getas, Kedondongdi Jawa Tengah, Pasirmucang dan Siluwok-Sawangan di Jawa Barat. 

   Karena sering muncul bau yang tidak sedap dan tentunya mengganggu lingkungan akibat limbah yang dihasilkan saat pengolahan kakao, maka Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan memberikan jalan keluar agar lendir hasil fermentasi tersebut diolah menjadi nata. Lendir hasil fermentasi biji kakao tersebut yang semula langsung dibuang ke saluran pembuangan limbah ditampung dengan lembaran plastik yang dibentangkan dan dibentuk menjadi semacam kolam di kolong deretan peti fermentasi. Setelah itu cairan disaring dulu dengan kain bersih, lalu air saringannya diencerkan dengan air bersih, sehingga warna yang semula kuning kecoklatan menjadi putih bersih. Air ini direbus sampai mendidih dan dibiarkan selama lima menit.

  Diperlukan gula 50 gr/l agar bakteri pembentuk nata bisa tumbuh. Lalu perlu ditambahkan urea 1,5 gr/l dan kaliumdihidrogenfosfat serta magnesiumsulfatmasing-masing sebanyak 1 gr/l. Setelah didinginkan, ke dalamnya dimasukkan cairan bibit bakteri Acetobacter xylinum seperti yang digunakan dalam pembuatan nata de coco sebanyak 150 cc/l. Setelah 14 hari maka hasilnya berupa nata  dan siap untuk dipanen.

   Dengan metode ini maka lingkungan yang awalnya bau akan segar kembali, dan perkebunan juga akan mendapat hasil tambahan. Karena kako tersebut bisa dijual lewat penitipan di berbagai toko, area agrowisata itu sendiri, di kota-kota nasional, bahkan di ekspor ke luar negeri.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar