Jumat, 14 Oktober 2011

ABG Undercover: Smoke, Sex, Sozzled

Pic from here
Masa-masa remaja, terlebih lagi remaja awal yang kerap disebut ABG (Anak Baru Gede, -red) adalah masa-masa seseorang memiliki kondisi paling labil dalam hidupnya atau dalam kata lain mudah terpengaruh akan sesuatu hal. Lebih mengecewakannya lagi pada masa-masa remaja awal, keingintahuan akan sesuatu hal dapat menjadi dorongan bagi mereka untuk melakukan tindakan dari tingkat wajar hingga tingkat yang begitu ekstrim. Misalnya saja karena putus cinta lantas mereka mencoba untuk bunuh diri, atau yang kerap saja terjadi di seluruh pelosok Indonesia, amarah para ABG seringkali meluap hanya karena hal-hal sepele dan akhirnya terjadi perkelahian, baik di dalam sekolah ataupun atar sekolah yang kerap dipraktekkan oleh geng-geng sekolah.


Mungkin memang sudah terdapat peraturan yang menjadi patokan perilaku mereka baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Ya, kebanyakan dari mereka memang berprilaku baik dan patuh saat berada di dalam lingkungan berperaturan, khususnya sekolah. Namun adakah jaminan bahwa mereka akan berperilaku sama di luar lingkungan dimana mereka menuntut pendidikan?

Keadaan labil mereka mungkin yang mendasari perilaku dan kepribadian ganda mereka. Inilah yang kita sebut 'ABG Undercover'. Di dalam sekolah mungkin mereka pelajar nan patuh, namun di luar sekolah mereka bisa jadi seringkali melakukan hal-hal ekstrim yang tidak seharusnya dilakukan, seperti merokok, minum minuman keras bahkan seks bebas. Mereka melakukannya tentu saja secara sembunyi-sembunyi karena mereka masih memiliki ketakutan tersendiri dengan pihak sekolah. Layaknya cuci otak, pergaulan mereka dengan orang yang salah akan membuat mereka memiliki pribadi lain yang buruk pula, bahkan hingga 180 derajat dari pribadi mereka yang sebelumnya.

Pic from here

Faktor utama pembentukan 'dua' kepribadian mereka adalah kondisi labil disertai dengan tingkat keingintahuan mereka yang tinggi dan tidak cukupnya 'counter information'. Remaja awal memiliki tingkat keingintahuan yang begitu tinggi dan untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka tidak jarang hal-hal ekstrim dilakukan, namun apabila ada counter information atau sumber informasi yang benar, lengkap dan memadahi, kemungkinan besar keingintahuan mereka akan terjawab dan mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dapat dikatakan bodoh, berbahaya dan berlebihan tersebut.

Lalu dimana counter information tersebut perlu diterapkan, di rumah atau di sekolah? Tentu saja keduanya, baik rumah ataupun sekolah notabene kedua tempat ini adalah tempat bagi para remaja untuk menjalani kegiatan dalam kehidupan mereka. Bagi orang tua yang sekiranya memiliki banyak urusan seperti pekerjaan, sesibuk apapun anda, usahakan anda memiliki waktu untuk sekedar 'sharing' dengan sang buah hati. Begitu juga di sekolah, sebisa mungkin lebih mengefektifkan jam BK (Bimbingan dan Konseling) karena kebanyakan sekolah menganggap sesi bimbingan dan konseling ini sebagai hal sepele. Beberapa sekolah bahkan mengosongkan jam BK untuk digantikan dengan pelajaran lain yang bagi pihak sekolah lebih dirasa penting. Menguatkan iman pada agama juga dapat menjadi strategi jitu untuk membangun pribadi mereka.

Sisi ironis dari mekanisme yang ada pada saat ini yakni tanpa adanya sumber informasi yang tepat seringkali para 'ABG' ini mencari sumber informasi sendiri dan tidak jarang yang mereka temui adalah sumber yang 'salah'. Misalnya saja, mereka penasaran dengan rokok atau minuman keras dan mereka pada akhirnya 'mencoba' merokok atau minum hanya karena mereka ingin tahu 'apa itu rokok' dan 'apa itu miras'. Ketika mereka mencari sumber informasi tentang hal-hal tersebut, bisa saja mereka menemui sumber 'sesat' baik dari orang lain atau dari kawan sepermainan sendiri.

Pic from here



Sumber-sumber yang 'salah' tersebut akan memberikan bayangan-bayangan ekstrim akan hal-hal yang sebenarnya tidak patut dilakukan seperti dengan kata-kata, "Merokok itu bisa menghilangkan stres", atau, "Minuman ini bisa menghilangkan semua masalah kamu", tanpa memberitahukan efek sebenarnya dari benda-benda tersebut yang berdampak panjang bagi sisi kesehatan. Begitu juga jalannya dengan perkenalan mereka terhadap narkoba dan seks bebas atau free sex. Counter information ini tidak tepat bahkan menyesatkan para remaja yang 'penasaran'. Pada akhirnya, para remaja itu kebanyakan menjadi terbiasa dengan benda-benda tersebut sehingga terbentuklah karakter 'kedua' mereka. Mereka pun masih memiliki rasa takut kepada peraturan yang diberlakukan bagi mereka sehingga mereka berkepribadian ganda; kepribadian di dalam sekolah dan kepribadian di luar sekolah.

Memang tidak semua 'ABG' langsung menerima sumber informasi yang salah tersebut dan beberapa diantaranya masih terus mencari sumber informasi yang lebih akurat. Namun beberapa diantaranya yang mengalami depresi, misalkan saja memiliki masalah dalam keluarga atau putus cinta (karena pada umumnya 'ABG' akan merasakan apapun, misalnya depresi, sedih atau stres, secara 'berlebihan' dibandingkan dengan anak-anak atau orang dewasa), dengan iming-iming 'dapat menghilangkan stres dan masalah' mereka dengan mudahnya dapat tergiur.

Maka dari itu, kita perlu menyediakan sumber informasi atau counter information yang tepat dan lebih lengkap sebelum para 'ABG labil' bertanya-tanya dan penasaran kemudian mencari sumber informasi yang belum tentu terjamin kebenarannya dan bahkan bisa saja menyesatkan. Mari wujudkan generasi sehat dengan menyediakan fasilitas pengetahuan yang lebih luas bagi mereka.

@mbaknde

Tidak ada komentar:

Posting Komentar